Jakarta – Lembaga pttogel Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) resmi angkat bicara terkait kasus tewasnya Brigadir Nurhadi, anggota Polri yang diduga meninggal akibat dicekik oleh rekannya sesama anggota, Misri. Kasus ini telah menarik perhatian publik karena berbagai kejanggalan dalam proses penyidikan, termasuk penetapan Misri sebagai pelaku utama. LPSK mempertanyakan dasar penetapan tersebut dan menilai ada sejumlah aspek yang perlu ditelusuri lebih dalam.
Latar Belakang Kasus: Dugaan Kekerasan di Lingkungan Polisi
Brigadir Nurhadi ditemukan tewas dalam kondisi mencurigakan di sebuah rumah dinas di wilayah Sumatera Selatan. Menurut laporan awal, korban mengalami luka di bagian leher yang mengarah pada dugaan kekerasan fisik. Polisi menyebutkan bahwa Nurhadi tewas akibat dicekik oleh Misri, rekan satu kesatuan di kepolisian.
Namun, seiring berjalannya waktu, muncul berbagai informasi dari pihak keluarga korban, saksi di lapangan, serta analisis forensik yang justru memunculkan keraguan atas narasi tersebut. Laporan autopsi mengindikasikan adanya trauma tumpul dan luka-luka lain yang tidak konsisten dengan versi tunggal pembunuhan oleh satu orang.
LPSK: Perlu Transparansi dan Penelusuran Rantai Kekerasan
Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi, menyatakan bahwa penetapan Misri sebagai pelaku tunggal tidak serta merta menjawab seluruh kejanggalan dalam kasus ini. “Kami tidak ingin ada korban yang dikambinghitamkan, atau justru ada pelaku lain yang belum terungkap. Harus ada investigasi menyeluruh atas motif, situasi, dan siapa saja yang terlibat,” ujarnya.
Menurut Edwin, LPSK telah menerima permohonan perlindungan dari saksi-saksi yang merasa terancam. Salah satu dari mereka menyebut bahwa sebelum kejadian, Nurhadi sempat mengalami tekanan mental dan intimidasi dari lebih dari satu pihak di kesatuan tempatnya bertugas.
Dasar Pertanyaan LPSK terhadap Status Misri
LPSK mempertanyakan dasar hukum dan bukti-bukti yang digunakan penyidik untuk menyimpulkan bahwa Misri adalah pelaku utama. Berikut beberapa poin yang menjadi sorotan:
-
Kurangnya Motif Kuat yang Terungkap
Hingga saat ini, belum ada penjelasan resmi yang memadai terkait motif Misri membunuh Nurhadi. Dugaan sementara hanya berdasarkan pertengkaran pribadi, namun saksi menyebut hubungan keduanya sebenarnya tidak dalam konflik serius. -
Indikasi Adanya Campur Tangan Pihak Lain
Saksi menyebut bahwa saat kejadian, terdengar suara lebih dari dua orang di lokasi, namun hanya Misri yang ditangkap. Ini membuka kemungkinan bahwa ada pelaku lain atau bahwa Misri bukan aktor utama. -
Permintaan Rekonstruksi Ulang
LPSK mendesak agar dilakukan rekonstruksi ulang yang melibatkan pihak independen, termasuk pengawasan dari Komnas HAM dan LPSK sendiri. Tujuannya adalah memastikan bahwa seluruh proses berjalan transparan dan tidak ada manipulasi. -
Fakta Forensik yang Tidak Sesuai dengan Kronologi
Luka yang ditemukan pada tubuh Nurhadi bukan hanya bekas cekikan, melainkan ada lebam dan luka di bagian tubuh lain yang menunjukkan kemungkinan adanya lebih dari satu pelaku atau bentuk penyiksaan sebelum kematian.
Dukungan terhadap Keluarga Korban
Pihak keluarga Nurhadi juga mengajukan permohonan pendampingan dari LPSK, mengingat mereka merasa proses hukum berjalan terlalu cepat dalam menyimpulkan tersangka tanpa memberikan ruang untuk pertanyaan-pertanyaan kritis. LPSK telah menemui pihak keluarga dan menjanjikan dukungan perlindungan saksi, termasuk pendampingan hukum.
“Kami tidak ingin kasus ini hanya selesai di permukaan. Jangan sampai korban sudah tewas, tapi keadilan tidak ditegakkan sepenuhnya,” tegas Edwin.
Langkah Selanjutnya: Investigasi Lintas Lembaga
LPSK kini mendorong agar Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Komnas HAM, dan Ombudsman RI turut mengawasi jalannya penyidikan. Menurut LPSK, terlalu banyak preseden kasus kekerasan dalam institusi yang akhirnya ditutup tanpa pengungkapan menyeluruh karena pelaku dijadikan ‘tumbal’ untuk menenangkan publik.
Investigasi juga harus mencakup lingkungan kerja korban dan potensi pelanggaran HAM di dalam struktur internal kepolisian. Ini bukan hanya tentang siapa pelaku cekikan, tapi juga siapa saja yang membiarkan atau bahkan menyuruh terjadinya tindakan kekerasan itu.
Penutup
Kasus tewasnya Brigadir Nurhadi membuka kembali luka lama soal kekerasan internal dalam institusi penegak hukum di Indonesia. LPSK sebagai lembaga independen menyoroti perlunya penyidikan transparan, terbuka, dan berpihak pada keadilan, bukan sekadar penyelesaian cepat. Pertanyaan atas status Misri sebagai pelaku utama bukan semata pembelaan pribadi, tetapi bagian dari komitmen untuk menggali kebenaran yang menyeluruh. Seiring proses hukum terus berjalan, publik pun diminta mengawasi dan tidak ragu bersuara demi tegaknya keadilan sejati.